BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Relasi makna
Dalam
setiap bahasa termasuk bahasa indonesia, seringkali kita temui adanya hubungan
kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainya
lagi. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna
(sinonimi), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan
ambiguitas), kelainan makana(Homonimi) kelebihan makna (redundansi), dan
sebagainya.
2.1.2 Sinonimi
Secara
etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa yunani kuno, yaitu onoma yang
berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah kata sinonimi berarti
nama lain untuk benda atau hal uang sama. Secara semantik Verhaar (1978)
mendefinisikan sebagai ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan
lain.
Hubungan
makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Jadi, kalau kata
bungabersinonim dengan kata kembang, maka kembang juga bersinonim dengan kata
bunga.
Pada
definisi di atas ada dikatakan “maknanya kurang lebih sama”. Ini berarti, dua
buah kata yang bersinonim itu kesamaanya tidak seratus persen, hanya kurang
lebih saja. Kesamaanya tidak bersifat mutlak (Zgusta 1971:89), Ulman 1972:141).
A : Ban
B : Roda antara ban dan roda
C : ikat pinggang
AB : bagian makna yang sama.
AC : bagian makna yang sama
antara ban dan ikat pinggang.
Kalau dua buah kata yang bersinonim tidak memiliki makna
yang persisi dama maka timbul pertanyaan: yang sama apanya? Menurut teori
Venhaar yang sama tentu adalah informasinya; padahal informasi ini bukan makna
karena informasi bersifat ekstralingual sedangkan makna bersifat intralingual.
Atau kalau kita mengikuti teori analisis komponen yang sama adalah bagian atau
unsur tertentu saja dari makna itu yang sama. Misalnya kata mati dan meninggal.
Kata matri memiliki komponen makna: 1) tiada bernyawa 2) dapat dikenakan
terhadap apa saja. Sedangkan meninggal memiliki komponen makna 1) tidak
bernyawa 2) hanya dikenakan pada manusia.
Kesinoniman
mutlak atau kesinoniman simetris memang tidak ada dalam perbendaharaan kata
bahasa indonesia.
Ketidakmungkinan
kita untuk menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim adalah banyak
sebabnya. Antara lain:
1. Faktor
waktu
2. Fektor
tempat atau daerah
3. Faktor
sosial
4. Faktor
bidang kegiatan
5. Faktor
nuansa makna.
Di dalam beberapa buku pelajaran bahasa
indonesia sering dikatakan bahwa sinonim adalah persamaan kata atau kata-kata
yang sama maknanya. Pernyataan ini jelas kuranh tepat sebab selain yang sama
bukan maknanya, yang bersinonimpun bukan hanya kata dengan kata tetapi juga
banyak terjadi antara satuan-satuan bahasa lainya.
Contoh:
a) Sinonim
antara morfem (bebas) dengan morfem terikat, seperti antara dia dengan nya,
antara saya dengan ku dalam kalimat.
1. Minta
bantuan dia
2. Minta
bantuannya
b) Sinonim
antara kata dengan kata seperti antar mati dengan meninggal, antar buruk dengan
jelek, antar bunga dengan kembang.
c) Sinonim
antar kata dengan frase atau sebaliknya. Misalnya antara meninggal denga tutup
usia, antar hamil dengan duduk perut.
d) Sinonim
antara frase dengan frase. Misalnya antar ayah ibu dengan kedua orang tua.
e) Sinonim
antara kalimat dengan kalimat. Seperti adik menendang bola dengan bola
ditendang adik.
Akhirnya mengenai sononim ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, tidak semua kata dalam bahasa indonesia mempunyai
sinonim. Misalnya kata beras, salju, batu, dan kuning tidak memiliki sinonim.
Kedua, ada kata-kata yang bersinonim pada bentuk dasar tetapi tidak pada bentuk
jadian. Misalnya kata benar dengan kata betul, tatpi kata kebenaran tidak
bersinonim dengan kata kebetulan. Ketiga, ada kata-kata yang tidak mempunyai
sinonim tetapi mempunyai sinonim pada bentuk jadian. Misalnya kata jemur tidak
mempunyai sinonim, tapi kata berjemur mempunyai sinonim dengan kata berpanas.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar